Perempuan dan Hijab
Jadi gini, gue terlahir dari keluarga besar yang bisa dibilang keluarga islam semua, ya hampir rata-rata islam taat semualah ya.
Lo tau kan muslim betawi gimana?
Nyak-nyak haji, babeh-babeh haji, beberapa bahkan ada yang jadi imam masjid di daerahnya, ya at least ada juga yang jadi imam ketika sholat tarawih di mushola atau di masjid. Yang ibu-ibunya juga kebanyakan ibu-ibu yang stay di rumah hanya mengurus rumah tangga yang kesibukannya setiap hari hanya ke tempat pengajian satu ke tempat pengajian lainnya. Belum lagi anak-anaknya, sebagian besar memang disekolahkan di pesantren-pesantren yang disebar di pulau Jawa.
Oke, bisa dibilang juga genetik keturunan keluarga besar nyokap dan bokap gue itu kebanyakan melahirkan anak laki-laki. Gue juga bingung kenapa itu bisa terjadi? Sampai-sampai kalo lagi kumpul, gue pun mainnya sama sepupu gue yang laki semua. Karena bingung juga mau main sama siapa lagi.
Hehe.. Ada untungnya sih, jadi berasa paling cantik dan lebih dilindungi aja gitu, eh ahay :D
Terlahir di keluarga besar yang semuanya hijaban, gak melulu meneguhkan hati gue buat hijaban seperti mereka. Gue lahir dan besar di Jakarta, biasa hidup dengan berbagai etnis dan budaya, gue masih mantepin diri hanya berpakaian sopan tapi tak kunjung mengenakan hijab. Paling mentok itu hijab/pashmina cuman gue kalungin di leher gue aja, cuman sebagai formalitas.
Gue masih belum bisa banget menutup rambut gue, soalnya saat itu gue merasa di bagian tubuh gue yang paling bagus dan oke ya emang rambut. Mungkin bagian tubuh gue lainnya udah gak ada bentuknya -_-"
Jadi, gue merasa rambut adalah mahkota yang gue punya, dan harus gue tunjukin ke semua orang yang ngeliat gue.
Gue masih belum bisa banget menutup rambut gue, soalnya saat itu gue merasa di bagian tubuh gue yang paling bagus dan oke ya emang rambut. Mungkin bagian tubuh gue lainnya udah gak ada bentuknya -_-"
Jadi, gue merasa rambut adalah mahkota yang gue punya, dan harus gue tunjukin ke semua orang yang ngeliat gue.
Hingga tiba, awal tahun ini ada acara pernikahan sepupu laki-laki gue di salah satu restauran etnik khas sunda di Bandung yang lengkap dengan kolam renang ikan yang gede banget, dan sapaan teteh-teteh petugas resto lengkap dengan kostum ala sunda-sunda gitu.
Sehari sebelum berangkat ke acara pernikahannya, gue udh sibuk cari kostum yang paling sopan dan yang masih terhitung baru gue beli. Dan entah kenapa, gue langsung ke kamar nyokap gue, seraya berkata:
"mom, aku pinjem hijab ya?"
"Mau yang warna apa?" Sambil ngeluarin semua koleksi hijabnya
"Coklat muda kayaknya bagus"
Terus gue pake, gue coba-coba dan menurut gue kok gue lebih anggun pake hijab ya daripada dengan tampilan rambut tergerai.
Di hari H, gue dengan sangat pedenya mengenakan hijab di hari itu. Kami sekeluarga berangkat dari rumah sejak pukul 6 pagi, menghindari macet dan semaksimal mungkin untuk bisa datang sebelum acara akad nikah dimulai.
Pujian demi pujian terlontar dari sepupu-sepupu, om dan tante gue. Walaupun gue menyapanya dengan ncang haji dan ncing haji *betawi red.
Pujian demi pujian terlontar dari sepupu-sepupu, om dan tante gue. Walaupun gue menyapanya dengan ncang haji dan ncing haji *betawi red.
Sebagai manusia awam, gue senang dipuji mereka, padahal hakekat mengenakan hijab bukan untuk dipuji. Bukan itu, ada makna lain yang emang harus dipelajari.
Kalo ada yang bilang cantik, anggun, lebih rapih. ya anggap sajalah itu sebagai bonus hehe..
Keesokan harinya gue dengan semakin mantap mengenakan hijab kemanapun gue pergi.
Ya Alhamdulillah, semua orang memandang positif dengan perubahan gue sekarang. Palingan hanya di lingkungan kantor aja gue kurang begitu diterima. Larangan menggunakan hijab di kantor majalah fashion and life style nampaknya cukup menjadi rintangan gue. Mulai dari sapaan rekan kerja yang bilang "ih kan rambut kamu bagus banget, lurus lebat dan hitam, ngapain si dibungkus hijab?" "Ih sayang banget, kita kan masih muda, pake hijabnya nanti aja kalo udah tua, kalo udah ubanan"
Ya Alhamdulillah, semua orang memandang positif dengan perubahan gue sekarang. Palingan hanya di lingkungan kantor aja gue kurang begitu diterima. Larangan menggunakan hijab di kantor majalah fashion and life style nampaknya cukup menjadi rintangan gue. Mulai dari sapaan rekan kerja yang bilang "ih kan rambut kamu bagus banget, lurus lebat dan hitam, ngapain si dibungkus hijab?" "Ih sayang banget, kita kan masih muda, pake hijabnya nanti aja kalo udah tua, kalo udah ubanan"
Belum lagi, peraturan kantor yang melarang karyawatinya untuk bisa mengenakan hijab, dengan alasan "ini kan kantor majalah, yang karyawannya harus gaya dan mengedepankan fashion"
Ya Allah, gini amat ya, hamba kan hanya ingin berubah ke arah yang lebih baik.
Entahlah, selang beberapa hari gue memutuskan untuk keluar kantor majalah besar tersebut dengan beragam alasan, ya salah satunya karena larangan hijab itu.
Alhamdulillah, sekarang langsung bisa kerja di kantor lain.
Rezeki memang selalu ada ya buat orang yang mau berikhtiar. Insya Allah.
Sekali lagi, hijab bukan penghalang gue juga buat tetep bisa berkarier.
Bermula dengan mengenakan hijab, pelan-pelan gue juga membatasi pergaulan yang tadinya sering nongkrong hingga larut malam, sekarang insya Allah sudah tidak begitu lagi. Omongan yang tadinya kasar, pelan-pelan gue mulai perhalus. Bahkan, yang tadinya hampir gak pernah gue sibukin diri ini ke masjid, pelan-pelan gue ikutin beberapa kajian di masjid.
Banyak temen gue yang berpendapat "ah hijabin hati dulu lah baru gue hijabin kepala gue"
Kenapa sih mereka berfikir gitu, padahal menurut gue dengan gue berhijab yang tadinya gue akan melakukan tindakan negative karena gue memakai hijab, di dalam hati gue akan berkata
"gue kan pakai hijab, masa melakukan tindakan ini, malu ah sama hijab sendiri, kapan mau benernya?"
Yup, menurut gue hijab itu bentengan diri supaya gue insya Allah sebisa mungkin berbuat baik dan menghilangkan rasa keingin tahuan tentang tindakan buruk.
Insya Allah selalu istiqomah.
Gak ada istilah orang berhenti belajar, demikian pula gue, belajar pelan-pelan ke arah lebih baik. Minimal buat diri sendiri, syukur-syukur bisa buat keluarga, teman dan lingkungan. Amin.
Buat perempuan di luar sana yang masih belum berhijab, semoga kita selalu dalam lindungan Allah ya, semoga hati kita terpanggil untuk melakukan hal yang lebih baik lagi.
Dan hijab bukan penghalang kita untuk tetap bisa berkarya, tetap bisa melakukan sesuatu, tetap bisa bersosial dengan lingkungan. Justru hijab itu, pelindung diri kita dari arah keburukan, pembenteng diri, dan hakekatnya perempuan kan memang harus bisa menjaga aurat kita sendiri.
Ingat, pergaulan dan lingkungan yang baik itu bermula dari diri kita yang baik dulu, dan gue percaya jodoh yang baikpun hanya akan mengahampiri orang-orang yang baik pula.
Insya Allah :)
2 comments
Gak usah dipikirin omongan orang lain mbak,.. tetep pake hijab, toh yg pake hijab kan km, ngapain mereka pd komentar :))
ReplyDeletedi Al Quran udah jelas disruh make hijab. abaikan omongan orang lain hehehe
ReplyDeletegw salut dengan keputusan lo pindah kantor pil
semoga istiqomah ya!
:p